Alfarizi Andrianaldi
4 min readApr 25, 2023

--

Tiban-Tibanan” adalah Hal Yang Wajar! Tak Perlu Dipermasalahkan (Sebuah Respon Untuk Postingan & Komentar Warganet di Akun Twitter @darbotz)

Tulisan ini adalah respon saya terhadap postingan dan beberapa komentar di akun twitternya @darbotz. Darbotz ngetwit kata "consintency🤣" dengan mencantumkan dua buah foto gambarnya yang telah ditiban pelaku graffiti lainnya. Cuitan Darbotz ini memancing respon warganet untuk berkomentar, "makanya jangan gambar bagus² botz, ditiban bocilkan akhirnya 🤣.", "Masih ada aja modelan kek gitu.", " Tiban-tibanan wajar nggak sih karena di jalan? (serius nanya)." dan beberapa komentar lainnya. Saya sebenarnya sedikit jengkel, mohon maaf Pak Darbotz, apa sebenarnya maksud cuitan anda itu. Bagus dong kalau mereka konsisten dan terus bergerak di jalanan. Saya juga tidak seluruhnya membenarkan perilaku graffiti writers yang meniban gambar anda, namun itu sesuatu hal yang wajar bukan? Pasti anda lebih paham perihal ini, berhubung anda kan sudah lama di jalanan, anda pasti tahu dong bagaimana konsekuensinya berkarya di ruang publik? dengan anda ngetwit seperti itu, anda seakan tidak terima jika gambar anda ditiban, padahal kalau anda tidak terima dan waktu anda luang, ya tinggal anda tiban lagi ganbar mereka, selesai. Teruntuk warganet yang mengomentari postingan tersebut dan saya juga melihat seorang graffiti writer ikut berkomentar, entah dia lupa bagaimana bentuk kerja dari graffiti itu sendiri atau sekedar basa-basi, sekedar respect kepada pak darbotz? Entahlah . Peace pak✌🏻.

1. Makanya kalo gambar jangan bagus² botz. Ditiban bocil kan jadinya🤣🤣 - @aditdoodleman

Apakah throw-up hanya dibikin oleh para writers "bocil"?, apakah dengan seseorang meniban gambar graffiti writer lain adalah bentuk dari “kekanak-kanakan”? Wah, memang ada ya aturan yang mengatakan bahwa graffiti harus bagus? Bukannya inti dari graffiti adalah menandai. Saya rasa kamu lebih paham mengenai itu dari pada saya.

2. Masih ada aje modelan kek gitu🤣🤣🤣 - @asviyulanda

Bagi Saya, ya, ada & akan terus ada. Menurut saya itu adalah bentuk respon dari graffiti writers, graffiti adalah upaya memenangkan ruang publik, graffiti bukan karya seni yang bersifat tahan lama, dia temporer, dan throw-up adalah salah satu bentuk dari sekian banyak bentuk graffiti. Kalau boleh jujur, aku milih throw-up tersebut daripada gambarnya pak darbotz, kenapa? sejatinya graffiti adalah menulis dan menandai suatu wilayah dengan nickname kita, throw-up adalah pengembangan dari tagging. Sedangkan apa yang dibikin pak darbotz sendiri adalah karakter, saya rasa menggambar karakter tidak tepat disebut graffiti. Mengenai pernyataan saya tersebut akan saya tulis lebih detail pada tulisan saya berikutnya.

3.Bagus kaga, pake niban² wkwkw - @halfblind_

Saya merasa lucu saja saat membaca komentar ini. Emang apa yang diharapkan dari sebuah throw-up keestetikan yang seperti apa? emang ada ya throw-up yang bagus, yang proper dalam pengerjaannya. bagi saya throw-up ya begitu adanya. Sedikit saya berikan penjelasan apa itu throw-up, jadi throw-up adalah jenis seni graffiti dimana seorang seniman dengan cepat melukis namanya atau tag dalam gaya tertentu dengan menggunakan cat semprot. Desain ni cepat dan sering kali tampak kasar, dibuat dengan palet warna yang terbatas dan dirancang untuk diselesaikan dalam hitungan detik untuk menghindari ditangkap oleh pihak berwenang. Sudah jelas dong, silahkan pahami sendiri. Penjelasan di atas sekaligus merespon komentar satu ini "Semangat om botz, ditiban throw-up jelek✊💥✨ - @baulso" Aku akui throw-up memang jelek bro, tapi throw-up lebih baik daripada menggambar dengan peralatan yang proper namun tak ada spirit graffiti pada dirinya.

4. Cara cepat dinotice - @yosalindra

Betul, apa yang dilakukan peniban gambar darbotz tersebut adalah upayanya untuk dinotice, apakah hal tersebut salah? Bukannya tujuan kita berkarya adalah untuk dinotice, mereka bukan sekedar ingin dinotice. Sama-sama kita ketahui bahwa graffiti writers berkarya di ruang publik, dia berhak atas ruang itu, sebab ruang publik tidak bisa dimiliki secara mutlak, semua orang berhak melakukan apa saja di sana. untuk penjelasan lebih lanjut, beberapa hari yang lalu saya sudah menulis tentang graffiti, kepemilikan, dan ruang publik. Silahkan dibaca. Klik link berikut : https://opinia.id/post/artikel/opini/graffiti-upaya-memenangkan-ruang-publik-209762

5. Tiban-tibanan wajar nggak sih karena di jalan? (serius nanya) - @giwangkaraArya

Wajar, malahan dengan saling tiban-tibanan membuktikan bahwa graffiti writer masih banyak di kota tersebut dan jika para graffiti writers saling tiban-tibanan, saling merespon, itu adalah satu upaya untuk membuat skena graffiti tetap hidup. Jika, di kota tersebut tidak terjadi tiban-tibanan, tentram, & damai, maka skena di kota tersebut dipertanyakan adanya.

Respon saya cukup segini saja. Sedikit tidaknya tulisan ini menjadi sebuah bacaan untuk membuka ruang diskusi, saya sangat terbuka sekali dengan berbagai pendapat, jika tulisan ini nantinya ada yang menggugat, ada pendapat yang berbeda dengan saya, silahkan. Malahan, saya senang jika hal itu terjadi, sebab dengan demikian saya mendapatkan pengetahuan baru, yang belum saya ketahui.

@bin.adia

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

No responses yet

Write a response